Potensi Koperasi, BUMDes, dan KUBE dalam Mempercepat Pemulihan Ekonomi Pascapandemi COVID 19.
23 Oktober 2021
Diposting oleh : Admin


PERSOALAN  kemiskinan lebih disebabkan oleh rendahnya produktivitas sumber daya manusia yang kemudian berakumulasi pada rendahnya pendapatan dan kemampuan menabung. Bisnis inklusif merupakan sebuah model bisnis yang dipilih untuk memberikan solusi atas persoalan tersebut. Produk dan jasa dibangun untuk mendorong sisi penawaran masyarakat miskin guna memperkuat sisi permintaan mereka atas barang dan jasa. Intinya adalah kelompok berpenghasilan paling rendah (bottom of the pyramid)  merupakan bagian dari bisnis inti. Hal ini kemudian akan memastikan mereka dapat memenuhi kebutuhan dasar, menciptakan lapangan kerja, serta mendapat akses pasar dan peluang usaha baru. Korporasi diuntungkan dalam perluasan rantai nilai, perluasan pasar, dan peningkatan penjualan. Demikian pula Pemerintah mendapat manfaat berupa penciptaan lapangan kerja, pengentasan kemiskinan, dan tersedianya barang dan jasa.

Dalam praktik model bisnis inklusif memerlukan penguatan rantai nilai usaha yang melibatkan masyarakat. Penelitian membuktikan bahwa masyarakat yang bergabung/berjejaring/teragregasi dalam satu badan usaha berbadan hukum/koperasi lebih memiliki posisi tawar dengan pihak konsumen/buyer dibanding mereka sebagai individual. Dengan tergabung dalam sebuah organisasi/lembaga perantara, maka penyedia barang/jasa memiliki daya tawar  (bargaining power)  dan peran lebih besar dalam penentuan harga dan keputusan inovasi produk sesuai permintaan pasar.

Peran lembaga perantara tersebut juga sangat penting dalam memperkuat rantai nilai bisnis inklusif. Lembaga ini terlibat dalam setiap tahap pengambilan keputusan atas dasar permintaan pasar dan penawaran produk sehingga akan memperkuat peran masyarakat tidak hanya dalam aspek ekonomi namun juga sosial. Panduan Peningkatan Kapasitas Organisasi Perantara di Rantai Nilai Bisnis Inklusif ini disusun untuk mendorong peningkatan kapasitas lembaga perantara melalui penguatan kemampuan wirausaha lokal yang tangguh, kreatif, dan inovatif dalam mengelola lembaga perantara. Ini merupakan sebuah prasyarat penting dalam peningkatan kapasitas sebuah lembaga masyarakat.

Potret Pembangunan Indonesia

Indeks Pembangunan Manusia atau  Human Development Index (HDI) Indonesia dalam 6 tahun terakhir mengalami perkembangan. Hal ini menandakan adanya peningkatan pembangunan jika dinilai dari aspek pembangunan harapan hidup dan kesehatan, pengetahuan, dan kehidupan  yang layak.


Gambar : Nilai Indeks Pembangunan Manusia Indonesia 2015 – 2020

Sumber: Badan Pusat Statistik (2021)

Sementara dalam 5 tahun terakhir, Indonesia mengalami penurunan jumlah dan persentase kemiskinan yang cukup signifikan, yaitu rata-rata menurun 3,26% per tahun. Namun di tahun 2020, terjadi sedikit peningkatan jumlah dan persentase kemiskinan dibanding tahun sebelumnya sebagai dampak pandemi COVID 19.

Potensi Koperasi, BUMDes, dan KUBE dalam Mempercepat Pemulihan Ekonomi Pascapandemi COVID 19.

Pada umumnya, perusahaan yang menjalankan bisnis inklusif adalah perusahaan besar (pelaku pasar di rantai nilai bisnis global) yang membutuhkan pelaku perantara ketika mengintegrasikan masyarakat miskin ke dalam rantai nilai. Pelaku pasar perantara ini biasanya memiliki skala bisnis atau usaha mikro dan kecil.

Pelaku pasar perantara yang basis dan kepemilikannya adalah anggota dan/masyarakat, memiliki peluang dalam memberi dampak percepatan pemulihan ekonomi yang lebih baik dibandingkan dengan pelaku perantara pribadi atau dengan kepemilikan terbatas. Organisasi bisnis berbasis keanggotaan dan kepemilikan yang besar akan lebih cepat dalam memobilisasi skala bisnis, dan secara otomatis juga lebih cepat dalam mendistribusikan kesejahteraan melalui peningkatan pendapatan ke anggota (dan/masyarakat luas). Oleh karena itu, koperasi, BUMDes atau kelompok-kelompok usaha bersama adalah bentuk-bentuk organisasi bisnis yang berpotensi besar mendorong percepatan pencapaian hasil pembangunan khususnya di masa pemulihan ekonomi pascapandemi COVID 19 karena basis kepemilikannya yang sangat luas dan mencakup masyarakat yang berada di dasar piramida ekonomi.

Menurut laporan Kementerian Koperasi dan UKM (2020)  ada sebanyak 127.124 koperasi dengan jumlah anggota sebanyak 25,1 juta orang yang tersebar di seluruh Indonesia.

Peningkatan kapasitas koperasi dalam melakukan peran penghubung atau perantara dengan perusahaan inklusif, yang biasanya terhubung dengan rantai nilai global, akan berdampak besar terhadap pertumbuhan ekonomi dan pengurangan kemiskinan. Dampak langsung dan berkelanjutan terjadi kepada anggota koperasi, sedangkan secara tidak langsung  terjadi kepada keluarga dan masyarakat sekitar.  Simulasi yang dilakukan oleh Kementerian Koperasi dan UKM menunjukkan bahwa kenaikan omset usaha mikro sebesar 30% dan usaha kecil sekitar 10%  akan mendorong perekonomian nasional tumbuh 7 – 9 %, mengurangi tingkat kemiskinan sekitar 20% atau setara dengan 5 juta orang. Selain itu, juga dapat mengurangi ketimpangan sampai sekitar 4%.

Akumulasi pelaku pasar perantara berbasis masyarakat ini akan semakin besar dengan mendorong keterlibatan BUMDes sebagai pelaku pasar perantara. Menurut updesa.com (2019) ada sekitar 50.199 BUMDes di seluruh Indonesia atau setara dengan 67% dari total desa yang ada di Indonesia. Ini semua merupakan potensi besar yang siap digerakkan untuk mempercepat capaian pembangunan secara berkelanjutan dan berpartisipasi dalam pemulihan ekonomi nasional pascapandemi COVID 19. (*)