Diposting oleh : Admin
PERSOALAN kemiskinan lebih disebabkan oleh rendahnya
produktivitas sumber daya manusia yang kemudian berakumulasi pada rendahnya
pendapatan dan kemampuan menabung. Bisnis inklusif merupakan sebuah model
bisnis yang dipilih untuk memberikan solusi atas persoalan tersebut. Produk dan
jasa dibangun untuk mendorong sisi penawaran masyarakat miskin guna memperkuat
sisi permintaan mereka atas barang dan jasa. Intinya adalah kelompok
berpenghasilan paling rendah (bottom of the pyramid) merupakan bagian dari bisnis inti. Hal ini
kemudian akan memastikan mereka dapat memenuhi kebutuhan dasar, menciptakan
lapangan kerja, serta mendapat akses pasar dan peluang usaha baru. Korporasi
diuntungkan dalam perluasan rantai nilai, perluasan pasar, dan peningkatan penjualan.
Demikian pula Pemerintah mendapat manfaat berupa penciptaan lapangan kerja,
pengentasan kemiskinan, dan tersedianya barang dan jasa.
Dalam praktik model bisnis
inklusif memerlukan penguatan rantai nilai usaha yang melibatkan masyarakat.
Penelitian membuktikan bahwa masyarakat yang bergabung/berjejaring/teragregasi
dalam satu badan usaha berbadan hukum/koperasi lebih memiliki posisi tawar
dengan pihak konsumen/buyer dibanding mereka sebagai individual. Dengan tergabung
dalam sebuah organisasi/lembaga perantara, maka penyedia barang/jasa memiliki
daya tawar (bargaining power) dan peran lebih besar dalam penentuan harga
dan keputusan inovasi produk sesuai permintaan pasar.
Peran lembaga perantara tersebut
juga sangat penting dalam memperkuat rantai nilai bisnis inklusif. Lembaga ini
terlibat dalam setiap tahap pengambilan keputusan atas dasar permintaan pasar
dan penawaran produk sehingga akan memperkuat peran masyarakat tidak hanya
dalam aspek ekonomi namun juga sosial. Panduan Peningkatan Kapasitas Organisasi
Perantara di Rantai Nilai Bisnis Inklusif ini disusun untuk mendorong peningkatan
kapasitas lembaga perantara melalui penguatan kemampuan wirausaha lokal yang
tangguh, kreatif, dan inovatif dalam mengelola lembaga perantara. Ini merupakan
sebuah prasyarat penting dalam peningkatan kapasitas sebuah lembaga masyarakat.
Potret Pembangunan Indonesia
Indeks Pembangunan Manusia atau Human Development Index (HDI) Indonesia dalam 6 tahun terakhir mengalami perkembangan. Hal ini menandakan adanya peningkatan pembangunan jika dinilai dari aspek pembangunan harapan hidup dan kesehatan, pengetahuan, dan kehidupan yang layak.
Gambar : Nilai Indeks Pembangunan
Manusia Indonesia 2015 – 2020
Sumber: Badan Pusat Statistik (2021)
Sementara dalam 5 tahun terakhir,
Indonesia mengalami penurunan jumlah dan persentase kemiskinan yang cukup
signifikan, yaitu rata-rata menurun 3,26% per tahun. Namun di tahun 2020,
terjadi sedikit peningkatan jumlah dan persentase kemiskinan dibanding tahun
sebelumnya sebagai dampak pandemi COVID 19.
Potensi Koperasi, BUMDes, dan KUBE dalam Mempercepat Pemulihan Ekonomi Pascapandemi
COVID 19.
Pada umumnya, perusahaan yang
menjalankan bisnis inklusif adalah perusahaan besar (pelaku pasar di rantai
nilai bisnis global) yang membutuhkan pelaku perantara ketika mengintegrasikan
masyarakat miskin ke dalam rantai nilai. Pelaku pasar perantara ini biasanya
memiliki skala bisnis atau usaha mikro dan kecil.
Pelaku pasar perantara yang basis
dan kepemilikannya adalah anggota dan/masyarakat, memiliki peluang dalam
memberi dampak percepatan pemulihan ekonomi yang lebih baik dibandingkan dengan
pelaku perantara pribadi atau dengan kepemilikan terbatas. Organisasi bisnis
berbasis keanggotaan dan kepemilikan yang besar akan lebih cepat dalam memobilisasi
skala bisnis, dan secara otomatis juga lebih cepat dalam mendistribusikan kesejahteraan
melalui peningkatan pendapatan ke anggota (dan/masyarakat luas). Oleh karena
itu, koperasi, BUMDes atau kelompok-kelompok usaha bersama adalah bentuk-bentuk
organisasi bisnis yang berpotensi besar mendorong percepatan pencapaian hasil pembangunan
khususnya di masa pemulihan ekonomi pascapandemi COVID 19 karena basis
kepemilikannya yang sangat luas dan mencakup masyarakat yang berada di dasar piramida
ekonomi.
Menurut laporan Kementerian
Koperasi dan UKM (2020) ada sebanyak
127.124 koperasi dengan jumlah anggota sebanyak 25,1 juta orang yang tersebar
di seluruh Indonesia.
Peningkatan kapasitas koperasi
dalam melakukan peran penghubung atau perantara dengan perusahaan inklusif,
yang biasanya terhubung dengan rantai nilai global, akan berdampak besar
terhadap pertumbuhan ekonomi dan pengurangan kemiskinan. Dampak langsung dan
berkelanjutan terjadi kepada anggota koperasi, sedangkan secara tidak langsung terjadi kepada keluarga dan masyarakat
sekitar. Simulasi yang dilakukan oleh Kementerian
Koperasi dan UKM menunjukkan bahwa kenaikan omset usaha mikro sebesar 30% dan
usaha kecil sekitar 10% akan mendorong
perekonomian nasional tumbuh 7 – 9 %, mengurangi tingkat kemiskinan sekitar 20%
atau setara dengan 5 juta orang. Selain itu, juga dapat mengurangi ketimpangan
sampai sekitar 4%.
Akumulasi pelaku pasar perantara
berbasis masyarakat ini akan semakin besar dengan mendorong keterlibatan BUMDes
sebagai pelaku pasar perantara. Menurut updesa.com (2019) ada sekitar 50.199
BUMDes di seluruh Indonesia atau setara dengan 67% dari total desa yang ada di
Indonesia. Ini semua merupakan potensi besar yang siap digerakkan untuk
mempercepat capaian pembangunan secara berkelanjutan dan berpartisipasi dalam pemulihan
ekonomi nasional pascapandemi COVID 19. (*)