Petani dan Kebijakan Neoliberalisme
26 Januari 2022
Diposting oleh : Admin
Petani & Kebijakan Neoliberalisme

Mempelajari kemiskinan adalah suatu permasalahan yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai masalah nyata, hal ini sngat berbeda dengan disiplin pertanyaan yang umumnya bersifat abstrak. Jika suatu pertanyaan sulit untuk memecahkannya, tidak berarti begitu berarti terhadap kehidupan individu yang memiliki masalah tersebut. Jika permasalahan nyata terjadi saat mencari pemecahannya, maka kematian akan mengancam individu yang bersangkutan.
Hal ini menunjukkan bahwa upaya penanggulangan kemiskinan lebih dari sekedar pemberian pengetahuan positif atau normatif, tetapi juga menggunakan pengetahuan tersebut untuk menghasilkan resep dan tindakan (tindakan) untuk melaksanakannya. Mutu resep yang dihasilkan ditentukan oleh pengetahuan positif, normatif, dan pengetahuan interaktif dari keduanya, yang dimiliki oleh pengambil keputusan. Adapun kualitas pelaksanaannya, selain ditentukan oleh mutu resep, ditentukan juga oleh keahlian, keterampilan, ketekunan, ketabahan, keteguhan, & sifat positif lainnya yang dimiliki oleh pelaksana dari resep tersebut.
Kebijakan penanggulangan kemiskinan atas persepsi tentang faktor-faktor penyebab & dimensi kemiskinan itu sendiri. Jika ada didalam diri individu atau kelompok miskin, misalnya aspek budaya tidak mau bekerja keras, maka kebijakannya adalah memotivasi mereka bekerja keras agar dapat mandiri. Dlm hal ini pemerintah tdk mengintervensi pasar ttapi membiarkn sistem pasar bebas berlangsung apa adanya. Penduduk miskin itu sendirilah yg harus menyelesaikan sendiri masalah kemiskinannya. Pemberian bantuan materi hanya bergantung pada ketergantungan terus menerus sehingga tdk pernah mandiri.
Hasil observasi lapangan menunjukkan bahwa masyarakat tani tidak memiliki posisi tawar menawar dalam pemasaran produksi mereka kepada pedagang. Demikian pula halnya dengan petani yang sepenuhnya tergantung dari harga yang ditentukan oleh tengkulak dan pedagang yang masuk ke desa. Artinya, penduduk miskin tidak mampu menghadapi kekuatan pasar bebas, masih berada di tingkat lokal. Jika hal ini dibiarkan terus menerus maka penduduk miskin (demikian pula penduduk asli) akan menjadi penduduk miskin di daerahnya sendiri.
Penduduk miskin tidak mampu bersaing dengan pedagang maka, kebijakan neo-liberalisme itu tdk tepat diterapkan dlm penanggulangan kemiskinan di Indonesia. Di Indonesia, kebijakan pemberian bantuan materi & uang sudah biasa dilakukan oleh pemerintah. Kebijakan ini telah lama dianut oleh paham konservatisme. luar biasa karena penduduk miskin sama sekali tidak berdaya menghadapi kekuatan pasar bebas. Pemerintah perlu memberikan bantuan agar mereka bertahan, tetapi tidak melakukan intervensi terhadap sistem & struktur pasar bebas di dalam negeri.
Memang benar, pola bantuan yg diterapkan pemerintah selama ini melalui badan pemerintah tdk menciptakan jaminan bantuan penerima bantuan kpd pemerintah ttp jg menciptakan peluang korupsi & biaya transaksi lainnya. Bantuan kredit usaha tani meluap ditengah jalan & tingkatnya sangat rendah, bantuan peralatan & material (traktor, perahu, dan ternak) banyak yg tdk & bantuan uang & beras murah berkelanjutan banyak yang bias. Pola bantuan tersebut belum berhasil memberdayakan petani (mandiri), sebaliknya telah menciptakan persepsi petani bahwa pembangunan identik dengan pemberian bantuan. Jadi, baik kebijakan neo-liberalis maupun blm animasi berhasil mengentaskan penduduk miskin.
Salah satu pandangan yg menemukan jalan tengah di antara keduanya adalah kebijakan sosial. penduduk miskin memang tdk mampu menghadapi pasar bebas krn mereka tdk memiliki daya tawar menawar. Oleh karena itu, mereka perlu mendpt bantuan & subsidi pemerintah. Dlm waktu yg sama, pemerintah tdk cukup hanya memberdayakan penduduk miskin melalui bantuan, ttp jg turut aktif mengontrol & mengintervensi pasar bebas dlm batas tertentu.
Pemberdayaan dlm arti utuh memerlukan sentuhan sistematika & menyeluruh, tdk hanya memberi bantuan materi ttp jg pengetahuan & keterampilan. Tidak hanya memperbaiki teknologi produksi, ttp jg memperbaiki pengolahan & mutu produk hingga melindungi pasarnya. Tdk masuk akal jk mmbantu pendudk miskin mnghasilkn produksi lalu membiarkn mereka sendiri mencari pasarnya di dalam & di luar negeri. Pd tahap awal pemerintah perlu berperan dalam membantu hingga mampu berdiri sendiri. Kebijakan demokrasi ini diterapkan lebih tepat di Indonesia, termasuk di beberapa daerah di NTT, tetapi memerlukan komitmen pemerintah, pelaku pembangunan & pelaku perdagangan di daerah yang memihak pd pemberdayaan penduduk miskin. Jika tdk ada intervensi pasar guna melindungi penduduk miskin, maka para kapitalis akan tetap “menelan” mereka yang miskin tanpa pernah keluar dari lingkaran kemiskinannya. Upah rendah akan tetap berlaku & pengangguran tak pernah terselesaikan. Akibat, antara kaya & miskin makin besar & hal ini merupakah konflik laten (benih laten) yang berpotensi menimbulkan konflik sosial yg nyata (manifest konflik). (*)