Diposting oleh : Admin
Potensi Koperasi, BUMDes, dan KUBE dalam Mempercepat
Pemulihan Ekonomi Pascapandemi COVID 19.
Pada umumnya, perusahaan yang menjalankan bisnis inklusif
adalah perusahaan besar (pelaku pasar di rantai nilai bisnis global) yang
membutuhkan pelaku perantara ketika mengintegrasikan masyarakat miskin ke dalam
rantai nilai. Pelaku pasar perantara ini biasanya memiliki skala bisnis atau
usaha mikro dan kecil.
Pelaku pasar perantara yang basis dan kepemilikannya adalah
anggota dan/masyarakat, memiliki peluang dalam memberi dampak percepatan
pemulihan ekonomi yang lebih baik dibandingkan dengan pelaku perantara pribadi
atau dengan kepemilikan terbatas. Organisasi bisnis berbasis keanggotaan dan
kepemilikan yang besar akan lebih cepat dalam memobilisasi skala bisnis, dan
secara otomatis juga lebih cepat dalam mendistribusikan kesejahteraan melalui
peningkatan pendapatan ke anggota (dan/masyarakat luas). Oleh karena itu,
koperasi, BUMDes atau kelompok-kelompok usaha bersama adalah bentukbentuk
organisasi bisnis yang berpotensi besar mendorong percepatan pencapaian hasil
pembangunan khususnya di masa pemulihan ekonomi pascapandemi COVID 19 karena
basis kepemilikannya yang sangat luas dan mencakup masyarakat yang berada di
dasar piramida ekonomi.
Menurut laporan Kementerian Koperasi
dan UKM (2020)4 ada sebanyak 127.124 koperasi dengan jumlah anggota
sebanyak 25,1 juta orang yang tersebar di seluruh Indonesia.
Peningkatan kapasitas koperasi dalam
melakukan peran penghubung atau perantara dengan perusahaan inklusif, yang
biasanya terhubung dengan rantai nilai global, akan berdampak besar terhadap
pertumbuhan ekonomi dan pengurangan kemiskinan. Dampak langsung dan berkelanjutan terjadi kepada anggota koperasi,
sedangkan secara tidak langsung terjadi kepada keluarga dan masyarakat sekitar.
Simulasi yang dilakukan oleh Kementerian Koperasi dan UKM5 menunjukkan bahwa
kenaikan omset usaha mikro sebesar 30% dan usaha kecil sekitar 10% akan
mendorong perekonomian nasional tumbuh 7 – 9 %, mengurangi tingkat kemiskinan
sekitar 20% atau setara dengan 5 juta orang. Selain itu, juga dapat mengurangi
ketimpangan sampai sekitar 4%.
Akumulasi
pelaku pasar perantara berbasis masyarakat ini akan semakin besar dengan mendorong
keterlibatan BUMDes sebagai pelaku pasar perantara. Menurut updesa.com (2019)6 ada
sekitar 50.199 BUMDes di seluruh Indonesia atau setara dengan 67% dari total desa
yang ada di Indonesia. Ini semua merupakan potensi besar yang siap digerakkan untuk
mempercepat capaian pembangunan secara berkelanjutan dan berpartisipasi dalam pemulihan
ekonomi nasional pascapandemi COVID 19.
Potret UMKM di Rantai Nilai
Global
Perlu
diakui, hingga saat ini keterlibatan UMKM Indonesia (baik yang berbasis
keanggotaan luas maupun individu atau terbatas) di rantai nilai global masih
jauh tertinggal dibandingkan dengan negara-negara lain di ASEAN. Wignaraja
(2013)7 menyebutkan bahwa keterhubungan UMKM Indonesia dengan rantai nilai
global sejauh ini hanya 6,3%, sementara UMKM Filipina mencapai 20,1%, Vietnam
21,4%, Thailand 29,6%, dan Malaysia 46,2%.
Dengan demikian, upaya strategis untuk mendorong keterlibatan UMKM di rantai nilai global adalah dengan meningkatkan peran pelaku pasar perantara untuk bisa bekerja sama dengan perusahaan-perusahaan inklusif yang pada umumnya memiliki rantai nilai global.
Sumber : Innovation and Investment for Inclusive Sustainable Economic Development (ISED) Project